in

Dating : Dunia per-datingan di Jerman pt.2

h2>Dating : Dunia per-datingan di Jerman pt.2

Razzaq

Jadi, gua pernah tinggal di Berlin dari sekitar November 2015 sampai Juni 2017. Gua pindah dari kota sebelumnya yaitu Dessau, kota kecil tempat gua kuliah dan tinggal, yang jaraknya 90 menit naik kereta.

Walaupun gua menghabiskan masa remaja dan berkarir di Jakarta tapi tetep aja kalo tinggal di kota besar lain, lo belajar lagi dari awal. The mentality is there, is just the cultural differences that need to discover. Walaupun gua udah menjomblo selama beberapa tahun , tapi pada masa gua tinggal di Berlin, gua sama sekali gak ada kepikiran untuk explore ‘the uncharted territory’ using dating app. At that time it was only Tinder.

Sedikit tampilan Dessau dari apartment gua

Tapi nasib emang kalo gua lebih menggunakan penis dan impulsiveness gua untuk mengatakan badan gua harus bergerak mencari sesuap kasih sayang (haha!), mainlah gua Tinder. Sebenarnya gua udah mendaftarkan diri sebagai aktifis cinta ke dating app ini saat gua masih tinggal di Dessau, tapi ya lo taulah kota kecil, lo berharap apa. Kalo kata temen gua bilang, “little town little hell”, elah pake bahasa inggris, ribet beut. Intinya dia bilang, “everyone knows everyone so you better not dating anyone in this town”.

Cerita dating yang ini kalo gak salah memasuki summer 2017, summer of love kalo kata orang bilang, but more like summer of lots of lust. Di timeline ini, gua sudah memasuki kejenuhan bermain dating app, but the spirit is still there. (read: nafsu). Jadilah tiba-tiba ada notifikasi masuk, “wah matched nih!” sama warlok Berlin yang saat itu doi lagi masa tugas akhir di jurusan hukum di kampur bergengsi. Usia perempuan ini sekitar 25 tahun pada saat itu, 2 tahun lebih muda daripada gua, perawakannya tinggi sekitar 178cm, pipinya berisi dan badan tegap. lucu banget, geek dan decent gitu.

Ngobrol chit chat, seperti biasa protokol basa basi yang gua juga males cerita ke elo, intinya gua mengajak dia ketemuan di toko buku gede banget namanya Dussmann. Ini salah satu trik gua aja biar keliatan anaknya kalem suka baca buku, it’s also good to have a decent ice breaking though. You can ask the person what’s ur favorite book genre or telling anecdotes about the bookstore and why you come to this place so often, yada yada yada. Again this is the protocol you need to go through. Make sure you have to be genuine and excited to do these steps, otherwise it won’t work.

Toko buku Dussman serba ada

Terus gua bawa jalan keluar toko buku, dia pun membawa sepeda dia, pergilah kita berjalan kaki. Sungguh skenario dating yang gua suka karena sederhana apa adanya dan menghabiskan waktu berjalan menuju cafe yang bahkan temen-temen gua yang di Berlin hampir gak pernah kesana karena tidak tahu. (slide to my DM for the exact location 😉)

Sampai akhirnya gua capek ngomong mulu, terus gua bilang, gua terjemahkan kira-kira begini; “eh capek gak sih jalanin basa basi protokol gini, nongkrong di bar yuk minum”. Si ngerti alkohol tuh pake ngajakin minum. Si cewe pun mengiyakan dan sesampainya kita ke bar, kita ngobrol-ngobrol sedikit, dengan memesan Mojito eh apaan sih tuh yang airnya bening dikasih timun (sumpah gua gak tau).

Obrolan berlanjut, ternyata lucu juga nih cewe. Dia punya komentar-komentar yang lucu, witty yang membuat gua terlena. Inget kan apa yang gua bilang sebelumnya, di momen ini adalah momen gua capek dengan dunia per-tinderan.

Gak ada tuh niatan untuk ngapa-ngapain, sampai akhirnya gua bilang, “udahan yuk udah mulai puyeng kebanyakan dan makin larut”. Terus si cewenya agak sedikit bingung, mungkin karena sama-sama puyeng juga kali ya hahah, ya gua tanya “lo gimana pulang naik sepeda?” dia jawab “aduh gak tau nih, capek pasti sih”. Polosnya gua, ya gua tangkap bulat-bulat apa yang dia maksud. “yaudah cabut dulu yuk, kita ke stasiun kereta, sekalian cari angin segar”.

Jalanlah kami berdua ke stasiun yang jaraknya cuma 8 menit jalan kaki. Sampai di peron pun (cailah peron, udah lama banget gak make kata ini), sampai di peron pun gua tanya sekali lagi bagaimana kondisi dia apakah mampu pulang mengayuh sepeda, dia bilang tetep gak tau dan males pulang puyeng gini. Waduh bingung dong gua, ini anak orang gua gak mau bikin puyeng di tengah jalan, yaudah gua bawa pulang aja deh. MASIH gak sadar kalo yang gua lakukan adalah ‘bungkus’. Istilah yang gua baru tau dua tahun terakhir.

Sesampainya dirumah, lebih tepatnya kamar gua yang luasnya 11m2. Mungkin bayangin meja kantin yang lebar panjang itu lo jejer melebar terus manjang kesamping kira-kira sebesar itu kamar gua, juga kasurnya yang single bed. Kita ngobrol asik, seru sampe gua lintingin rokok yang isinya daun teh apa itu lupa dari Mexico yang menjadi pengganti marijuana, bisa menambah nafsu sex katanya sih hahaha.

Jalan menuju Studentenwonheim di Trifstr. 67 Wedding

Gak lama gua linting dan rokok yaudah gua sosor ajalah, kayaknya emang itu tujuan si cewe deh gak mau pulang ke apartmentnya dan memang guanya yang terlalu polos sampe gak tau istilah ‘bungkus’, norak! ya bayaing aja mana mungkin sih lo having sex di single bed, tapi ya mungkin pasangan muda mudi, dimana aja jadi. Si cewe ini baik perangainya, it was fun experience membaca kemauan si lawan jenis yang gua pelajarin the hard way.

Selanjutnya, gua akan coba sharing cerita sama cewe ini lagi di cerita yang berbeda. Thank you!

Credit photo Dussmann:
https://berlin-enjoy.com/things-to-do/shopping/dussmann-kulturkaufhaus/

Read also  Dating : Gray Skies

What do you think?

22 Points
Upvote Downvote

Laisser un commentaire

Votre adresse e-mail ne sera pas publiée. Les champs obligatoires sont indiqués avec *

Dating : Is the Earth alive?

Dating : Looking through a window