in

Dating : Bintang Kala Itu

h2>Dating : Bintang Kala Itu

Bintang

Terus gimana, kalau aku sukanya sama kamu?

Setelah luka, ternyata lara masih tersimpan. Rasanya tulisanku tentangmu sudah panjang sekali kutulis, tapi tetap saja, bagaimana jika aku sukanya sama kamu? Setelah cerita-cerita, “eh kamu tau ga?”, atau cerita tentang hobimu yang suka baca buku itu. Dalam hujan diantara koridor labtek kembar malam itu, aku bisa tebak, buku bacaanmu lebih dari 5 dalam setahun. “Kok kamu tau?” tanyamu. Ya aku jawab saja karna kamu sukanya baca buku dan hal yang aku tau rata-rata orang Indonesia cuman bisa baca 5 buku. Ternyata habis itu kamu bilang udah 20. Gila aku saja lebih milih subcribe koran online di S lime daripada baca novel. Ketidaksukaanku terhadap buku yang tebal itu membuatku hobi menuliskan namamu dalam setiap naskah yang mungkin akan lebih tebal daripada buku yang kamu baca itu. Jadi bagaimana, jika aku suka kamu?

Aku lupa kapan pertama kali aku suka kamu, tapi yang aku ingat, aku duduk tepat dibelakangmu kala itu dan tidak sengaja membaca siapa subjek yang sedang kamu kirimkan chat line, saat itu ada sedikit hati yang teriris. Yang aku ingat, saat namamu bersautan dengan orang lain, yang ku bisa saat itu hanya tertawa. Lalu bagaimana, jika aku suka kamu?

Aku bahkan masih ingat cerita kala aku menunggu tumpangan lalu tiba-tiba kamu menawari “sini aku anterin aja”, cerita tentang kamu minta habisin makanan padahal aku juga kenyang, cerita saat kamu bilang “bayarin uang parkir ya” waktu kamu nyuruh cepat pulang karna malam itu tepat ibuku datang, lalu sesimpel cerita souvenir dariku yang masih kau gunakan tanpa ada yang tau bahwa itu dariku, atau cerita-cerita lainnya yang mungkin akan hanya ku ingat sendiri.

Cerita tentang malam itu aku juga masih ingat, kala hujan malam itu saat aku keluarkan payung, ku payungi kita saat itu, lalu kamu bilang “oh iya udah emansipasi ya sekarang,” kita hanya tertawa karna aku juga tidak masalah, jarak altim dengan parkiran sr tidak terlalu jauh bagiku. Namun aku juga masih ingat, suatu malam setelah hari itu, entah kenapa Bandung kembali menangis. Ku kembangkan payung itu dan kau rebut tangkainya. Aku masih ingat saat guyonanmu tentang alasan orang Indonesia suka gampang sakit karna dikit-dikit pakai payung. Aku tersenyum. Kamu lupa, baju yang ku kenakan sangat tipis jika dibandingkan jaket tebalmu kala itu.

Kamu tau aku heboh sama tiktok setelah pandemi ini, tapi satu hal yang kamu ga pernah tau, alasan ku pertama kali install tiktok adalah untuk bikin video tentangmu. Yang pasti tidak akan ku sebarkan kemanapun, termasuk kepadamu. Pernah sekali aku berguyon, “bagaimana jika aku bikin video untukmu?”, “nah” jawabmu. Semenjak itu aku hanya tertawa dan biarlah video itu untuk diriku sendiri saja. Tapi bagaimana, jika aku suka kamu?

Aku tak pernah menulis ceritamu di publik, mungkin kutipan “be my best friend in public but lover in private” itu sangat kental bagiku. Toh, tentang masa depan lebih baik tidak ada ekspektasi.

Mengagumi mu dalam diam pun, kamu juga tau. Tapi tetap saja, “jangan jadikan beban” kataku. Satu hal dalam cerita ini yang ku syukuri, ternyata dengan tidak memendam suatu rasa, justru lebih baik. Ini sudah cukup untuk menjawab pertanyaan diatas. Karna dalam ekspektasi, aku memang tidak pernah berharap kamu suka aku. Terima kasih, untuk tidak bosan dengan ku.

Read also  Dating : Toxic Monogamy Perpetuates Rape Culture

What do you think?

22 Points
Upvote Downvote

Laisser un commentaire

Votre adresse e-mail ne sera pas publiée. Les champs obligatoires sont indiqués avec *

Dating : Million Dollar Listing Los Angeles | Season 12 (Episode 5) 12×5 — ‘Storm the Castle’

Dating : वरचढ ( Superior )