in

Dating : Prasangka #1.

h2>Dating : Prasangka #1.

Persona Kata

Love and pain.

Pertemuan, sebuah kebetulan yang disengajakan atau takdir yang telah direncanakan?

Sedang yang akan atau telah berpisah mungkinkah berpikir demikian?

Sebagiannya percaya untuk tetap menganggapnya kebetulan atau yang lain menganggapnya sebagai bagian pelajaran takdir. Begitukah?

Ada selalu alasan dari tiap pertemuan, sebagiannya belajar dari moment tersebut yang lain juga menganggapnya angin lalu. Entah dalam kesempatan yang bagaimana. Mereka yang telah melalui moment, sebagian mengingatnya dengan baik namun yang lain tidak demikian. Sebagiannya penting namun tidak dalam sebagiannya.

Mencoba hal baru. akan kah kita bertemu kembali, mungkin saja. Takdir siapa yang mengerti. Takdir dari sebuah kebetulan.

Untuk saling mengerti, kita mencoba berbagai hal. untuk saling mengenal kita saling memberi tanda untuk saling mendekati. memulai percakapan pagi-sore. Semoga, untuk berharap lagi, agar sampai kapan pun demikian. Selagi kita berjalan berdampingan kali ini, untuk kesekian kalinya aku memintamu untuk jujur terhadap perasaan masing-masing.

Sulit dipercaya bukan?
Ya. Saat semuanya menjadi pahit seketika. Meninggalkan dengan cara yang sangat penuh tanda tanya itu, menyebalkan, engkau yang dahulu memberi isyarat dan aku yang menjawabnya seketika tanpa rencana begitu saja. Entah apa yang terjadi kala aku meninggalkan greenbeach. Padahal, kita sudah membuat janji untuk bertemu kembali. Haha, aku memang sebodoh itu.

Aku masih sangat ingat kala itu. entah apa yang engkau rasakan kali ini. Saat pertama kali aku melihatmu di depan pagar kosanmu. aku yang tepat berada di kafe sebelah, melihatmu sedang beragumen dengan mantanmu itu. entah apa yang aku pikirkan kala itu. melihatmu beradu dengannya mengalihkan perhatianku dari tugas-tugas kuliah kita dahulu.

“Pergilah, jangan pernah datang ke depan kosanku lagi!”
“Maafkan aku Fir, beri kesempatan lagi”

Dari tempatku duduk, aku hanya mampu melihat kalian berdua. Dirimu yang tak mampu menahan tangis dan dirinya yang sangat merasa bersalah. Entah permasalahan apa yang mantanmu perbuat sampai ia tertunduk dan tersungkur memohon di kakimu itu. Dalam benakku, sebesar apakah kesalahannya? walau sampai kini hanya menjadi misteri yang tak aku pernah berani tanyakan padamu.

Awal Temu. Kala itu kelas pagi, semester pertama awal kuliah. Masuk kelas dengan tergesa bersama yang lain. It was english class. Selalu duduk di baris kedua. entah mengapa sepertinya sebuah kebiasaan yang dirimu buat untuk tiap kelas. Tapi entah mengapa, sedari awal aku memang selalu memperhatikan, mungkin saja itu sebuah kebiasaan yang aku buat.

Jarimu terlihat membalas sebuah pesan, yang kemudian terhenti. Lalu setelah itu, engkau terlihat terburu-buru memasukan ponselmu ke dalam tas. entah apa yang membuatmu berhenti menulis pesan itu, padahal sedari awal kelas engkau bahkan tak memperhatikan pelajaran.

Bagaimana aku tahu? ku selalu duduk di baris kedua paling belakang atau baris ketiga. Kelas perkuliahaan selalu memiliki susunan bangku yang sama, entah mengapa begitu, kecuali untuk kelas bersama di gedung A. Kampus kami membuatnya melingkar dan tersususn dari atas sampai bawah sepertihalnya menonton di bioskop namun bedanya di depan kelas terdapat dua papan dan satu layar proyektor besar yang siap digunakan jika perlu.

13:00
Jam istirahat, kantin selalu penuh. tidak dengan keadaan kita bukan. Lebih memilih untuk makan bakso atau gado-gado dibawah pohon Pak Jum. Selalu begitu. Anehnya kala itu aku memang benar tak memberi isyarat apapun. engkau pun demikian, sepertinya. Sebelum akhirnya saling memberi dan pergi. We were close friend, aren’t we? Setidaknya dulu memang begitu.

15:00
Waktu mahasiswa baru berkumpul. sebuah kondisi yang disengajakan untuk mereka saling tegur sapa. Mungkin, begitulah cara memaksa manusia untuk saling berkenalan. Bercampur dalam sebuah perbedaan untuk saling memahami satu sama lain. Memahami sebuah arti kesatuan namun pada akhirnya, mereka yang sejak awal tak ingin berada dalam keramaian memilih untuk mencari suakanya sendiri. Membuat sebuah ikrar yang menjadi klise di akhir tahun, berpura di depan senior agar mempercepat proses kaderisasi, atau sengaja berada di sana sampai malam agar dikenal dan mendapat kenalan untuk diambil untung-ruginya sampai akhir tahun. Hanya saja, itu semua cuman pandangan lain yang aku pikirkan.

Namun, entah bagaimana jadinya. Kian dekat kian menjauh begitu juga mereka yang mengusahakan. Akhir semakin dekat, awal tahun kami memang tak diisi dengan kisah naik turun, penuh rumor dan mereka yang berbicara di ruang sebelah. Kala itu kita masih enggan, walau kerap kali bertemu tanpa sengaja di jam-jam kelas pagi.

“Setidaknya, aku meninggalkan kesan, kesan dari sebuah persona”- Anon.

Read also  Dating : Know-it-all

What do you think?

22 Points
Upvote Downvote

Laisser un commentaire

Votre adresse e-mail ne sera pas publiée. Les champs obligatoires sont indiqués avec *

POF : Upgraded membership?

POF : POF finally got smart