in

Dating : Imposilove

h2>Dating : Imposilove

Titiek Sendu

Bandung yang selalu teduh dengan kesejukannya di pagi hari. Embun pagi kota bandung tak kuasa membendung dinginnya suhu. Kabut dimana-mana. Jangkrik masih meng krik tidak sesuai dengan irama. Tapi selalu rindu dengan kampung bila mendengarnya. Tidak kawan, aku tidak akan bercerita tentang kisahku pada pagi hari. Tadi hanya sebatas intermezzo bagi kalian yang menyukai pagi hari. Selalu menyenangkan bukan menyambut pagi?

Siang hari pukul 12:20. Setelah makan dengan nasi dan telur seadanya, porsi pun tidak banyak. Jika terlalu banyak bisa-bisa di perkuliahan perutku minta di nina bobokan karena kekenyangan dan akhirnya minta tidur, kuliah terkantuk-kantuk, mendengar dosen macam mendengar jangkrik yang meng krik di pagi hari. Berisik.

Seperti biasa dengan setelan pakaian kuliahku yang sangat sederhana. Dengan jam di tangan. Jam murah. Tetapi cukup untuk meihat jam bila tidak sempat membuka handphone. Walaupun murah itu jam tangan orisinil. Merek jepang QnQ tipe VP029V112 dengan harga yang sangat bersahabat dan kualitas jam tak kalah bagus dari jam tangan branded lainnya. Jam tangan itu yang menemani dan merasakan getaran jantungku yang semakin cepat frekuensi getarannya. Aku benci getaran itu.

Ditemani teman satu kelas yang sangat cantik. Aku berangkat menuju gedung kuliah Fakultas Psikologi. Ada jadwal kuliah Biopsikologi. Pertemuan pertama setelah tiga bulan berlibur. Semangat masih menggebu-gebu. Semangat ’45.

Suasana kuliah yang selalu ku rindukan. Dengan segenap jiwa demi masa depan yang cerah. Aku melangkah menuju kelas dengan senyum mengembang dan agak sedikit deg-degan karena hari pertama. Begitulah aku jika terlalu semangat. Kekuatanku sudah kembali. Dengan rasa cinta kepada seseorang yang sudah memudar. Perlahan-lahan rasa itu hilang karena ketidakhadirannya selama liburan. Tetapi hari ini ada yang mengacaukannya.

Seperti biasa kedua kalinya. Aku duduk paling depan. Mengerti tidak mengerti pelajaran apapun itu aku duduk paling depan. Sangat istikomah. Itulah ideologi dan prinsip yang ku anut semenjak semester satu perkuliahan. Duduk di belakang baris kedua, ketiga, keempat ataupun kelima tidak mengubah rasa nyamanku ketika duduk di depan. Ya walaupun sedikit deg-degan kalau sedang pelajaran yang tidak mengerti tetapi setidaknya aku tidak akan melihat dia yang sedang menyimak penjelasan dosen ataupun sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Aku tidak akan melihat dia yang sedang melangkah masuk dengan wajah yang tiba-tiba baru itu. Aku tidak akan melihat baju apa yang dia pakai dan aku tidak akan melihat kemana ia akan melangkah pulang.

Aku menikmati liburanku ditemani dengan buku-buku kuliah yang belum sempat kubaca dan ditemani cukup banyak novel. Itulah titik nyamanku. Aku terjun ke alam pikiran tulisan empat sang penulis. Tere Liye, Habiburrahman, Pipiet Senja, dan Andrea Hirata. Aku menyukai penulis itu. Sangat suka. Tapi rasa suka itu tidak bertahan lama setelah mata kuliah Biopsikologi berakhir. Jantungku berdebar-debar. Hati kecilku memaksa untuk tersenyum senang tadi siang.

Secara tidak sengaja, aku bertatapan dengannya walapun dari jarak jauh sekalipun. Jantungku berdebar lebih cepat lagi setelah tatapan itu sampai di pelupuk mata. Aku langsung memalingkan wajah. Tak sanggup bila rasa itu kembali hadir di hari pertama perkuliahanku. Aku sangat lemah jika persoalan mengenai perasaan, cinta dan semacamnya. Rambutnya yang tidak tersisir dengan rapih, kemaja berwarna putih, dan celana bahan panjang berwarna abu sudah cukup untuk mengembalikan rasa cintaku kepadanya. Dia yang selalu aku rindu. Sampai-sampai rindu itu selalu membuatku merana. Galau tidak karuan. Hanya Allah dan aku yang tahu mengenai perasaanku kepadanya. Aku sudah berjanji untuk tidak bercerita kepada teman seperkuliahan, yang ada malah jadi bahan tertawaan. Aku telah mencintai seorang bujangan berumur 22 tahun, dua tahun lebih tua dariku. Aku mencintai lelaki teman sekelas kuliahku. Aku mencintai lelaki berkumis, berbewok, dan berjanggut itu. Ku katakan padanya saat rasa ini belum tumbuh.

“Cowok itu keren lho pakai kumis tambah janggut, lah situ malah dicukur berkali-kali.”

“Masa Ah?”

“Iya”

“Bukannya kelihatan lebih tua ya kalau ada kumis, liat aja tuh Toni udah kaya bapak-bapak.”

“Than, lu gak tau ya. Menurut cewek, cowok berkumis atau berjanggut itu lebih keliahatan laki-lakinya.”

“Gua kan mukanya baby face kalau kumis gua ga dicukur keliatan nanti tuanya. Tapi imutkan kalau enggak dicukur.”Alisnya bergerak naik turun minta pujian

“Biasa aja”

“Yee”

Percakapan itu masih ku ingat dalam memori jahatku. Menjadi kenangan indah bisa duduk berdua dengan dia. Padahal lagi menunggu teman-teman berkumpul untuk diskusi kelompok presentasi nanti sore. Rasanya aku ingin mengulang kembali waktu itu. Ingin sekali. Aku menahan rindu kepada lelaki yang tidak akan pernah mencintaiku. Aku tahu diri. Aku bukan perempuan kebanyakan. Kuliah dengan setelan baju sederhana. Tanpa make up, hanya bedak bayi 0,25 cm yang melekat di wajahku yangmana 30 menit lagi sudah luntur. Dan terlihatlah wajahku yang sawo matang penuh debu dan berminyak.

Aku tidak menyangka bisa mencintai dan mengharap lebih dari lelaki yang tidak akan pernah menjadi miliku. Aku menjalani waktu dengan berpuluh-puluh sembilu yang menancap di hatiku karena rindu. Tidak ku sangka, dia merubah penampilannya menjadi pria berjanggut sekaligus berkumis yang membuat rasa itu kembali lagi. Aku langsung teringat percakapan waktu itu, dan membayangkan kalau dia menaati nasihatku jika lelaki berkumis atau berjanggut itu lebih terlihat laki-lakinya. Tetapi tidak mungkin, aku terlalu bodoh. Mana ada yang mau dengan perempuan sederhana sepertiku. Aku hanya menunggu jodohku datang bila nanti umurku sudah terlalu tua untuk menikah saja. Daripada mengharapkan dia yang sesungguhnya mustahil menjadi milikku. Perbedaanya jauh. dia berwajah manis jika tersenyum sedangkan aku jika tersenyum terlihat seram. Lagipula aku tidak terlalu aktif di kelas. Tidak ada daya tarik sama sekali. Aku mengharapkan seorang lelaki yang tampan tapi juga playboy. Bodoh sekali aku, bodoh bodoh bodoh.

Hujan gerimis menerpa aspal kampus. Payung selalu ku bawa dalam tas. Selalu ingat kata mamak untuk selalu membawa payung sampai kemarau datang. Aku pulang dengan menanggung getaran jahat jantungku karena dia. Dia dan aku selalu satu kelompok di empat mata kuliah. Aku dan dia selalu menjadi partner tugas kelompok di saat teman-teman tidak mau membereskan tugas padahal deadline esok hari. Aku dan dia yang tidak pernah akrab. Aku dan dia yang tidak pernah saling mengenal lebih dalam. Aku dan dia yang tidak akan pernah bersama sampai hujan meteor datang, gunung berapi semua meletus, gempa bumi 8 skala richter dan sunami setinggi satu kilometer. Tidak akan pernah bersama.

Aku putuskan untuk berpisah dengan temanku di depan gedung kuliah. Aku akan mengobati rasa sesal tetapi bahagia saat melihat dia tadi. Aku habiskan sore hari ku untuk membaca buku mata kuliah yang tidak terlalu paham betul apa isi bacaan itu. Percuma, yang ku ingat hanya dia, dia, dan dia. Ya Allah aku hanya ingin engkau jauhkan aku dengan dia dan cabut semua perasaan cinta dan rindu ini kepadanya di hati. Sungguh, engkau Maha Membolak balikan hati, balikanlah rasa cintaku kepadanya seperti semua. Yang aku tidak pernah kenal dia dan aku tidak pernah terkesan dengannya. Oh… mamak, tolong anakmu yang sedang merantau ini, yang sedang terperosok dikubangan lumpur penuh cinta di kala petir dan hujan deras turun membasahi hatiku yang dirundung rindu kepadanya.

Bandung, 5 Maret 2020.

Titiek sendu

Read also  Dating : How to Delete Match Account?

What do you think?

22 Points
Upvote Downvote

Laisser un commentaire

Votre adresse e-mail ne sera pas publiée. Les champs obligatoires sont indiqués avec *

Dating : OK, so I just like to take a moment to address a few things.

Dating : There once was a boy that lived in a small village.